PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan
upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik maupun
potensi cipta, rasa, maupun karsanya agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita
kemanusiaan universal maka dalam pemecahan masalah-masalah pendidikan yang
komplek juga dibutuhkan filsafah-filsafah agar solusi pemecahan masalah
tersebut juga dapat dirasakan manfaatnya bagi semua pihak.
Salah satu tokoh yang
memiliki filsafah pendidikan yaitu Ki Hadjar Dewantara, beliau adalah seorang
bangsawan dari lingkungan Kraton Yogyakarta yang peduli dengan lingkungan
pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai profil singkat Ki Hadjar Dewantara, latar belakang pemikiran
beliau tentang pendidikan, filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara serta
pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan.
C.
Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan dan untuk memberikan pemahaman pada pembaca maupun penyusun mengenai
filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
PEMBAHASAN
A.
Profil
Ki Hadjar Dewantara
Ki Hajar Dewantara
Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Terlahir dengan nama Raden Mas
Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta.
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan
Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia
tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini
dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun
hatinya.
Perjalanan hidupnya
benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia
menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan sempat melanjutkan
ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumi putera), tapi tidak sampai tamat karena sakit.
Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar.
Karir yang dicapai oleh beliau
antara lain :
a. Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De
Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara
b. Pendiri National Onderwijs Instituut
Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa), 3 Juli 1922
c. Pendiri Indische Partij (partai
politik pertama beraliran nasionalisme Indonesia), 25 Desember 1912.
d. Menteri Pengajaran Kabinet
Presidensial, 19 Agustus 1945 – 14 November 1945.
Selain
ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan
politik.
Organisasi tersebut antara lain: Boedi Oetomo (1908), Serikat Islam, PNI,
Partindo, Taman Siswa, PKI, Parindra, Muhammadiyah dan Indische Partij (partai
politik pertama beraliran nasionalisme Indonesia).
Penghargaan yang pernah diperoleh
beliau antara lain:
a. Bapak Pendidikan Nasional, hari
kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional
b. Namanya diabadikan sebagai salah
satu nama kapal perang Indonesia (KRI Ki Hajar Dewantara).
c. Potret dirinya diabadikan pada uang
kertas pecahan 20 ribu rupiah.
d. Doctor Honoris Causa dari
Universitas Gajah Mada pada tahun 1957
e. Pahlawan Pergerakan Nasional (Surat
Keputusan Presiden No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
B.
Latar
Belakang Pemikiran
1.
Latar
Belakang Internal
Keinginan yang kuat dari Ki Hajar
Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki
kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas. Beliau sendiri untuk
kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah
mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas soewardi Suryaningrat
menjadi Ki hajar dewantara. Perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau
ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari
satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru
spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan
peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini. Bagi Ki Hajar Dewantara,
para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan
spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga
menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Yang utama
sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai
fasilitator kelas.
Nama Hajar Dewantara sendiri
memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan.
Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang
keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia,
mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan
perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu
mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.
2.
Latar
Belakang Eksternal
a. Kondisi
Sosial Politik
Pada umumnya lahir, tumbuh dan
berkembangnya pergerakan nasional di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
keadaan dunia internasional. Serta kondisi yang terjadi didalam negeri pada
akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20.
Pada akhir abad ke 19 dan awal abad
ke 20 di seluruh Negara-negara jajahan di Asia merupakan fase timbulnya
kesadaran tentang pentingnya semangat nasional, perasaan senasib sebagai bangsa
terjajah, serta keinginan untuk mendirikan Negara berdaulat lepas dari cengkraman
imperalisme. Fase tumbuhnya anti imperialisme tersebut berkembang
bersamaan dengan atau dipengaruhi oleh lahirnya golongan terpelajar yang
memperoleh pengalaman pergaulan internasional serta mendapat pendidikan formal
dari Negara-negara barat.
Selain itu, paham-paham
baru yang lahir di Eropa, seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme dan
komunisme mulai menyebar ke Negara jajahan melalui kalangan terpelajar.
Paham-paham tersebut pada dasarnya mengajarkan tentang betapa pentignya
persamaan derajat semua warga Negara tanpa membedakan warna kulit, asal usul
keturunan dan perbedaan kenyakinan agama. Paham tersebut masuk ke Indonesia dan
dibawa oleh tokoh-tokoh belanda yang berpandangan maju, golongan terpelajar
Indonesia yang memperoleh pendidikan barat, serta alim ulama yang menunaikan
ibadah haji dan memiliki pergaulan dengan sesama umat muslim seluruh dunia.
Perang dunia ke I yang berlangsung
1914-1918 telah menyadarkan bangsa-bangsa terjajah bahwa negara-negara
imperialis telah berperang diantara mereka sendiri. Perang tersebut merupakan
perang memperebutkan daerah jajahan. Tokoh-tokoh pergerakan national di Asia
telah menyadari bahwa kini saatnya telah tiba bagi mereka untuk melakukan
perlawanan terhadap penjajah yang sudah lelah berperang. Berakhirnya
perang duni ke I yang ditandai dengan adanya rumusan damai mengenaipenentuan
nasib sendiri (self determination) disambut positif oleh negara-negara
jajahan.
Tokoh-tokoh pergerakan nasional
Indonesia semakin memiliki pijakan perjuangna dengan adanya konsep yang
diciptakan oleh presiden Amerika serikat Woodrow Wilsen, bagi tokoh pergerakan
nasional Indonesia, konsep self determination harus diperjuangkan
dan bukan diatur oleh pemerintah kolonial belanda. Salah seorang tokoh nasional
yang menyuarakan konsep self determination bagi bangsa Indonesia yaitu
Iwa Kusumasumantri, ia merupakan penguruh perhimpunan Indonesia di negara
Belanda.
Sistem penjajahan Belanda yang
eksploitatif terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia serta
sewang-wenang terhadap pribumi telah menyadarkan penduduk Indonesia tentang
adanya sistem kolonialisme dan imperialisme barat yang menerapkan ketidaksamaan
dan perlakuan yang membedak-bedakan.
Kenangan akan kejayaan masa lalu. Rakyat
Indonesia pada umumnya menyadari bahwa mereka pernah memiliki Negara kekuasaan
yang jaya dan berdaulat dimasa lalu (Sriwijaya dan Majapahit). Kejayaan ini
menimbulkan kebanggaan dan meningkatnya harga diri sebagai suatu bangsa. Oleh
karena itu, rakyat Indonesia berusaha untuk mengembalikan kebanggaan dan harga
diri sebagai satu bangsa. Lahirlah kelompok terpelajar Indonesia yang
memperoleh pendidikan barat dan islam dari luar negeri.
b. Kondisi
Intelektual Tokoh yang Mempengaruhinya
Konflik ideologi dunia antara
kapitalisme atau imperialisme, sosialisme atau komunisme telah memberikan
dorongan bagi bangsa-bangsa terjajah kapitalisme atau imperialisme barat.
Lahirnya nasionalisme di Asia dan negara-negara jajahan lainnya diseluruh dunia
telah mengilhami tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk melakukan perlawanan
terhadap penjajahan Belanda.
Kemenangan Jepang atas Rusia pada
tahun 1905 telah memberikan keyakinan bagi tokoh nasionalis Indonesia bahwa bangsa
kulit putih Eropa dapat dikalahkan oleh kulit berwarna Asia. Demikian juga
model pergerakan naisonal yang dilakukan oleh Mahadma Gandhi di India, Mustafa
Kemal Pasha di Turki serta Dr. Sun Yat Sen di Cina telah memberikan inprirasi
bagi kalangan terpelajar nasionalis di Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara
bahwa imperialisme Balanda dapat dilawan melalui organisasi modern dengan cara
memajukan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya dan politik pada bangsa Indonesia
terlebih dahulu sebelum memperjuangkan kemerdekaan.
C.
Filsafat
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Ing ngarso Sung Tulodho, Seseoraang
Pemimpin apabila didepan harus bisa memberi contoh atau menjadi panutan bagi
yang dpimpin atau warganya atau peserta didiknya.
Ing madyo mangun karso, Seorang Pemimpin
apabila berada ditengah tengah masyarakat harus bisa membangkitkan semangat
atau memberi motivasi supaya lebih maju, atau lebih baik.
Tut Wuri Handayani, Seorang Pemimpin
apabila berada dibelakang harus bisa mendorong masyarakat/yang dipimpin supaya
senantiasa lebih maju.
Dalam
berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan
harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu
sendiri. Menurut Kihajar Dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah
proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke
taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi
eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan
dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa
manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden
dari sifat alami manusia (humanis).
Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan
pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan
manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk
tercapainya pendidikan yang memanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik
mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan
demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.
Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar
Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan
“Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran bersifat
memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan
pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir
dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
Menerjemahkan dari konsep pendidikan
Ki Hajar Dewantara tersebut, maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di
Indonesia haruslah memiliki 3 Landasan filosofis yaitu nasionalistik,
universalistic dan spiritualistic.
a.
Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang
merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual.
b.
Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law),
segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya
adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan,
dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam
dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan
hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya.
Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta
didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik dan mental.
c.
Spiritual yaitu pendidikan hendaknya tidak hanya
mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan;
pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara
masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya
memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan harga diri; setiap orang harus
hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan
pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.
Output pendidikan yang dihasilkan
adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental,
cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas
kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran Ki Hajar
Dewantara, metode yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among
yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan
asuh. Metode ini secara teknik pengajaran meliputi kepala, hati dan panca
indera’ (educate the head, the heart, and the hand).
Mendekati proses pendidikan dalam
sebuah pemikiran cerdas untuk mendirikan sekolah taman siswanya, jauh sebelum
Indonesia mengenal arti kemerdekaan. Konsepsi Taman Siswa pun coba dituangkan
Ki Hajar Dewantara dalam solusi menyikapi kegelisahan-kegelisahan rakyat
terhadap kondisi pendidikan yang terjadi saat itu, sebagaimana digambarkan
dalam asas dan dasar yang diterapkan Taman Siswa.
untuk selanjutnya klik disini
PIYE MAS BRO
BalasHapusWES MATIIIII
BalasHapus