pendidikan

Senin, 09 Januari 2012

filsafat ki hajar dewantara

PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Pendidikan merupakan upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik maupun potensi cipta, rasa, maupun karsanya agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal maka dalam pemecahan masalah-masalah pendidikan yang komplek juga dibutuhkan filsafah-filsafah agar solusi pemecahan masalah tersebut juga dapat dirasakan manfaatnya bagi semua pihak.
Salah satu tokoh yang memiliki filsafah pendidikan yaitu Ki Hadjar Dewantara, beliau adalah seorang bangsawan dari lingkungan Kraton Yogyakarta yang peduli dengan lingkungan pendidikan.

B.  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai profil singkat Ki Hadjar Dewantara, latar belakang pemikiran beliau tentang pendidikan, filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara serta pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan.

C.  Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan dan untuk memberikan pemahaman pada pembaca maupun penyusun mengenai filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara.


PEMBAHASAN


A.  Profil Ki Hadjar Dewantara

Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan sempat melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumi putera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar.
Karir yang dicapai oleh beliau antara lain :
a.    Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara
b.    Pendiri National Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa), 3 Juli 1922
c.    Pendiri Indische Partij (partai politik pertama beraliran nasionalisme Indonesia), 25 Desember 1912.
d.   Menteri Pengajaran Kabinet Presidensial, 19 Agustus 1945 – 14 November 1945.




Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Organisasi tersebut antara lain: Boedi Oetomo (1908), Serikat Islam, PNI, Partindo, Taman Siswa, PKI, Parindra, Muhammadiyah dan Indische Partij (partai politik pertama beraliran nasionalisme Indonesia).
Penghargaan yang pernah diperoleh beliau antara lain:
a.    Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional
b.    Namanya diabadikan sebagai salah satu nama kapal perang Indonesia (KRI Ki Hajar Dewantara).
c.    Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20 ribu rupiah.  
d.   Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957
e.    Pahlawan Pergerakan Nasional (Surat Keputusan Presiden No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).



















B.  Latar Belakang Pemikiran

1.    Latar Belakang Internal

Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas. Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara. Perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Yang utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai fasilitator kelas.

Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.



2.    Latar Belakang Eksternal

a.       Kondisi Sosial Politik
Pada umumnya lahir, tumbuh dan berkembangnya pergerakan nasional di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keadaan dunia internasional. Serta kondisi yang terjadi didalam negeri pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20.
Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 di seluruh Negara-negara jajahan di Asia merupakan fase timbulnya kesadaran tentang pentingnya semangat nasional, perasaan senasib sebagai bangsa terjajah, serta keinginan untuk mendirikan Negara berdaulat lepas dari cengkraman imperalisme.  Fase tumbuhnya anti imperialisme tersebut berkembang bersamaan dengan atau dipengaruhi oleh lahirnya golongan terpelajar yang memperoleh pengalaman pergaulan internasional serta mendapat pendidikan formal dari Negara-negara barat.

Selain itu, paham-paham baru yang lahir di Eropa, seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme dan komunisme mulai menyebar ke Negara jajahan melalui kalangan terpelajar. Paham-paham tersebut pada dasarnya mengajarkan tentang betapa pentignya persamaan derajat semua warga Negara tanpa membedakan warna kulit, asal usul keturunan dan perbedaan kenyakinan agama. Paham tersebut masuk ke Indonesia dan dibawa oleh tokoh-tokoh belanda yang berpandangan maju, golongan terpelajar Indonesia yang memperoleh pendidikan barat, serta alim ulama yang menunaikan ibadah haji dan memiliki pergaulan dengan sesama umat muslim seluruh dunia.

Perang dunia ke I yang berlangsung 1914-1918 telah menyadarkan bangsa-bangsa terjajah bahwa negara-negara imperialis telah berperang diantara mereka sendiri. Perang tersebut merupakan perang memperebutkan daerah jajahan. Tokoh-tokoh pergerakan national di Asia telah menyadari bahwa kini saatnya telah tiba bagi mereka untuk melakukan perlawanan  terhadap penjajah yang sudah lelah berperang. Berakhirnya perang duni ke I yang ditandai dengan adanya rumusan damai mengenaipenentuan nasib sendiri (self determination) disambut positif oleh negara-negara jajahan.
Tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia semakin memiliki pijakan perjuangna dengan adanya konsep yang diciptakan oleh presiden Amerika serikat Woodrow Wilsen, bagi tokoh pergerakan nasional Indonesia, konsep self determination harus diperjuangkan dan bukan diatur oleh pemerintah kolonial belanda. Salah seorang tokoh nasional yang menyuarakan konsep self determination bagi bangsa Indonesia yaitu Iwa Kusumasumantri, ia merupakan penguruh perhimpunan Indonesia di negara Belanda.

Sistem penjajahan Belanda yang eksploitatif terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia serta sewang-wenang terhadap pribumi telah menyadarkan penduduk Indonesia tentang adanya sistem kolonialisme dan imperialisme barat yang menerapkan ketidaksamaan dan perlakuan yang membedak-bedakan.
Kenangan akan kejayaan masa lalu. Rakyat Indonesia pada umumnya menyadari bahwa mereka pernah memiliki Negara kekuasaan yang jaya dan berdaulat dimasa lalu (Sriwijaya dan Majapahit). Kejayaan ini menimbulkan kebanggaan dan meningkatnya harga diri sebagai suatu bangsa. Oleh karena itu, rakyat Indonesia berusaha untuk mengembalikan kebanggaan dan harga diri sebagai satu bangsa. Lahirlah kelompok terpelajar Indonesia yang memperoleh pendidikan barat dan islam dari luar negeri.

b.      Kondisi Intelektual Tokoh yang Mempengaruhinya
 Konflik ideologi dunia antara kapitalisme atau imperialisme, sosialisme atau komunisme telah memberikan dorongan bagi bangsa-bangsa terjajah kapitalisme atau imperialisme barat. Lahirnya nasionalisme di Asia dan negara-negara jajahan lainnya diseluruh dunia telah mengilhami tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.

Kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905 telah memberikan keyakinan bagi tokoh nasionalis Indonesia bahwa bangsa kulit putih Eropa dapat dikalahkan oleh kulit berwarna Asia. Demikian juga model pergerakan naisonal yang dilakukan oleh Mahadma Gandhi di India, Mustafa Kemal Pasha di Turki serta Dr. Sun Yat Sen di Cina telah memberikan inprirasi bagi kalangan terpelajar nasionalis di Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara bahwa imperialisme Balanda dapat dilawan melalui organisasi modern dengan cara memajukan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya dan politik pada bangsa Indonesia terlebih dahulu sebelum memperjuangkan kemerdekaan.


















C.  Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Ing ngarso Sung Tulodho, Seseoraang Pemimpin apabila didepan harus bisa memberi contoh atau menjadi panutan bagi yang dpimpin atau warganya atau peserta didiknya.
Ing madyo mangun karso, Seorang Pemimpin apabila berada ditengah tengah masyarakat harus bisa membangkitkan semangat atau memberi motivasi supaya lebih maju, atau lebih baik.
Tut Wuri Handayani, Seorang Pemimpin apabila berada dibelakang harus bisa mendorong masyarakat/yang dipimpin supaya senantiasa lebih maju.

Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar Dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).

Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.
Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain.  Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).

Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut, maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah memiliki 3 Landasan filosofis yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic.
a.         Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual.
b.        Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik dan mental.
c.         Spiritual yaitu pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan harga diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.

Output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara, metode yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Metode ini secara teknik pengajaran meliputi kepala, hati dan panca indera’ (educate the head, the heart, and the hand).

Mendekati proses pendidikan dalam sebuah pemikiran cerdas untuk mendirikan sekolah taman siswanya, jauh sebelum Indonesia mengenal arti kemerdekaan. Konsepsi Taman Siswa pun coba dituangkan Ki Hajar Dewantara dalam solusi menyikapi kegelisahan-kegelisahan rakyat terhadap kondisi pendidikan yang terjadi saat itu, sebagaimana digambarkan dalam asas dan dasar yang diterapkan Taman Siswa.

Orientasi Asas dan Dasar Pendidikan dari Ki Hajar Dewantara diupayakan sebagai asas perjuangan yang diperlukan pada waktu itu. Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati. Hak mengatur diri sendiri (Zelfbeschikkingsrecht) berdiri bersama dengan tertib dan damai (orde en vrede) dan bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei). Ketiga hal ini merupakan dasar alat pendidikan bagi anak-anak yang disebut “among metode” (sistem-among) yang salah satu seginya ialah mewajibkan guru-guru sebagai pemimpin yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi dengan memberi kesempatan anak didik untuk berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”.

untuk selanjutnya  klik disini

2 komentar: